Bercerita tentang pribadi Abu Bakar ash-Shiddiq seolah-olah
tiada kata yang bisa menutupnya dan tiada tinta pena yang tercelup yang mampu
mengakhirinya. Ia bukanlah seorang nabi, namun sosoknya adalah profil manusia
yang luar biasa. Pada dirinya tergabung sifat kelemah-lembutan dan ketegasan,
kasih sayang dan keberanian,
ketenangan dan cepat serta tepat dalam mengambil
keputusan, rendah hati dan kewibawaan, serta toleran namun mampu menghancurkan
musuh. Beliau adalah orang yang paling kuat keimanannya setelah para nabi dan
rasul. Dan beliau juga adalah orang yang paling mencintai Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Kecintaan dan kesetiaannya kepada Nabi sangat tampak pada
saat ia menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah.
Pada saat Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
mengizinkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah, para
sahabat pun bersegera menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya untuk berhijrah.
Mereka tinggalkan kampung halaman mereka menuju daerah yang sama sekali belum
mereka kenal sebelumnya. Para sahabat, baik laki-laki atau perempuan, tua dan
muda, dewasa maupun anak-anak, mereka beranjak dari Mekah menempuh perjalanan
kurang lebih 460 Km menuju Madinah. Mereka melintasi pada gurun yang gersang
dan tentu saja terik menyengat.
Di antara mereka ada yang menempuh perjalanan secara
sembunyi-sembunyi, ada pula yang terang-terangan. Ada yang memilih waktu siang
dan tidak sedikit pula yang menjadikan malam sebagai awal perjalanan.
Ibnu Hisyam mencatat, Abu Bakar adalah salah seorang sahabat
yang bersegera memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya untuk berhijrah. Ia meminta
izin kepada Rasulullah untuk berhijrah. Namun beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَعْجَلْ، لَعَلَّ اللهُ يَجْعَلُ لَكَ
صَاحِبًا
“Jangan terburu-buru. Semoga Allah menjadikan untukmu teman
(hijrah).”
Rasulullah berharap agar Abu Bakar menjadi temannya saat
berhijrah menuju Madinah. Kemudian Jibril datang mengabarkan bahwa orang-orang
Quraisy telah membulatkan tekad untuk membunuh beliau. Jibril memerintahkan
agar tidak lagi menghabiskan malam di Mekah.
Nabi segera mendatangi Abu Bakar dan mengabarkannya bahwa
waktu hijrah telah tiba untuk mereka. Aisyah radhiallahu ‘anha yang
saat itu berada di rumah Abu Bakar mengatakan, “Saat kami sedang berada di
rumah Abu Bakar, ada seorang yang mengabarkan kepada Abu Bakar kedatangan
Rasulullah dengan menggunakan cadar (penutup muka). Beliau datang pada waktu
yang tidak biasa”.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta
izin untuk masuk, dan Abu Bakar mengizinkannya. Beliau bersabda, “Perintahkan
semua keluargamu untuk hijrah”. Abu Bakar menjawab, “Mereka semua adalah
keluargamu wahai Rasulullah”.
Rasulullah kembali mengatakan, “Sesungguhnya aku sudah
diizinkan untuk hijrah”. Abu Bakar menanggapi, “Apakah aku menemanimu (dalam
hijrah) wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Iya.”
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunggu
malam datang.
Pada malam hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar
dari rumahnya yang sudah terkepung oleh orang-orang kafir Quraisy. Lalu Allah
jadikan mereka tidak bisa melihat beliau dan beliau taburkan debu di
kepala-kepala mereka namun mereka tidak menyadarinya. Beliau menjemput Abu
Bakar yang tatkala itu sedang tertidur. Abu Bakar pun menangis bahagia, karena
menemani Rasulullah berhijrah. Aisyah mengatakan, “Demi Allah! Sebelum hari
ini, aku tidak pernah sekalipun melihat seseorang menagis karena berbahagia.
Aku melihat Abu Bakar menangis pada hari itu”. Subhanallahu! Perjalanan berat
yang mempertaruhkan nyawa itu, Abu Bakar sambut dengan tangisan kebahagiaan.
Kepahlawanan Abu Bakar Saat Hijrah
Pertama: Saat berada di Gua Tsaur.
Dalam perjalanan hijrah, Rasulullah tiba di sebuah gua yang
dikenal dengan nama Gua Tsur atau Tsaur. Saat sampai di mulut gua, Abu Bakar
berkata, “Demi Allah, janganlah Anda masuk kedalam gua ini sampai aku yang
memasukinya terlebih dahulu. Kalau ada sesuatu (yang jelek), maka akulah yang
mendapatkannya bukan Anda”. Abu Bakar pun masuk kemudian membersihkan gua
tersebut. Setelah itu, Abu Bakar tutup lubang-lubang di gua dengan kainnya
karena ia khawatir jika ada hewan yang membahayakan Rasulullah keluar dari
lubang-lubang tersebut; ular, kalajengking, dll. Hingga tersisalah dua lubang,
yang nanti bisa ia tutupi dengan kedua kakinya.
Setelah itu, Abu Bakar mempersilahkan Rasulullah masuk ke
dalam gua. Rasulullah pun masuk dan tidur di pangkuan Abu Bakar. Ketika
Rasulullah telah tertidur, tiba-tiba seekor hewan menggigit kaki Abu Bakar. Ia
pun menahan dirinya agar tidak bergerak karena tidak ingin gerakannya
menyebabkan Rasulullah terbangun dari istirahatnya. Namun, Abu Bakar adalah
manusia biasa. Rasa sakit akibat sengatan hewan itu membuat air matanya
terjatuh dan menetes di wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah pun terbangun, kemudian bertanya, “Apa yang
menimpamu wahai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab, “Aku disengat sesuatu”.
Kemudian Rasulullah mengobatinya.
Kedua: Melindungi Nabi dari teriknya matahari.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Abu Bakar menceritakan
hijrahnya bersama Nabi. Kami berjalan siang dan malam hingga tibalah kami di
pertengahan siang. Jalan yang kami lalui sangat sepi, tidak ada seorang pun
yang lewat. Kumelemparkan pandangan ke segala penjuru, apakah ada satu sisi
yang dapat kami dijadikan tempat berteduh. Akhirnya, pandanganku terhenti pada
sebuah batu besar yang memiliki bayangan. Kami putuskan untuk istirahat sejenak
disana. Aku ratakan tanah sebagai tempat istirahat Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam, lalu kuhamparkan sehelai jubah kulit dan mempersilahkan beliau untuk
tidur di atasnya. Istirahatlah wahai Rasulullah. Beliau pun beristirahat.
Setelah itu, aku melihat keadaan sekitar. Apakah ada
seseorang yang bisa dimintai bantuan. Aku pun bertemu seorang penggembala
kambing yang juga mencari tempat untuk berteduh. Aku bertanya kepadanya, “Wahai
anak muda, engkau budaknya siapa?” Ia menyebutkan nama tuannya, salah seorang
Quraisy yang kukenal. Aku bertanya lagi, “Apakah kambing-kambingmu memiliki
susu?” “Iya.” Jawabnya. “Bisakah engkau perahkan untukku?” pintaku. Ia pun
mengiyakannya.
Setelah diperah. Aku membawa susu tersebut kepada Nabi dan
ternyata beliau masih tertidur. Aku tidak suka jika aku sampai membuatnya
terbangun. Saat beliau terbangun aku berkata, “Minumlah wahai Rasulullah”.
Beliau pun minum susu tersebut sampai aku merasa puas melihatnya.
Lihatlah! Rasa-rasanya kita tidak terbayang, seorang yang
kaya, mau bersusah dan berpeluh, menjadi pelayan tak kenal lelah seperti Abu
Bakar. Ia ridha dan puas apabila Rasulullah tercukupi, aman, dan tenang.
Ketiga: perlindungan Abu Bakar terhadap Rasulullah
selama perjalanan.
Diriwayatkan al-Hakim dalam Mustadrak-nya dari
Umar bin al-Khattab, ia menceritakan. Ketika Rasulullah dan Abu Bakar keluar
dari gua. Abu Bakar terkadang berjalan di depan Rasulullah dan terkadang berada
di belakang beliau. Rasulullah pun menanyakan perbuatan Abu Bakar itu. Abu
Bakar menjawab, “Wahai Rasulullah, kalau aku teringat orang-orang yang mengejar
(kita), aku berjalan di belakang Anda, dan kalau teringat akan pengintai, aku
berjalan di depan Anda”.
Apa yang dilakukan Abu Bakar ini menunjukkan kecintaan
beliau yang begitu besar kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ia tidak ingin ada sedikit pun yang mengancam jiwa Nabi. Jika ada mara bahaya
menghadang, ia tidak ridha kalau hal itu lebih dahulu menimpa Nabi.
Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya orang yang paling besar jasanya padaku dalam
persahabatan dan kerelaan mengeluarkan hartanya adalah Abu Bakar. Andai saja
aku diperbolehkan mengangkat seseorang menjadi kekasihku selain Rabbku,
pastilah aku akan memilih Abu Bakar, namun cukuplah persaudaraan seislam dan
kecintaan karenanya. Maka tidak tersisa pintu masjid kecuali tertutup selain
pintu Abu Bakar saja.” (HR. Bukhari).
Semoga kita dapat meneladani Abu Bakar dalam kecintaan dan
pengorbanannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah
meridhai beliau dan menempatkannya di surga yang penuh dengan kenikmatan.
Kontemplasi Panti Asuhan Wisma Karya Bakti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar